Kisah | “Rencana Tuhan” by Elen Thumo

Shalom.

Semoga damai Kristus selalu beserta kita!

Hari ini, di saat virus Corona sedang melanda Negeri tercinta ini, saya mendapat pelajaran yang begitu berharga dari seorang rekan sepelayanan di Gereja. Sebut saja ‘Elen’, seorang gadis muda yang berusia 20 tahun dan sedang menjalani perkuliahan semester IV di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin, Makassar.

Sebagai satu-satunya anak perempuan di antara empat bersaudara, ia sekaligus menjadi si bungsu yang pastinya mendapat perhatian khusus dari Ayahnya. “Elen sangat dekat sama bapak, bisa dibilang mungkin tidak bisa hidup tanpa bapak”, ucapnya. Kedekatan seorang Ayah yang lebih condong ke anak perempuannya memang sangat sering kita jumpai di dalam keluarga, apakah anda adalah salah satunya? Entah bagaimana hubungan emosional itu bisa terjalin, saya juga tidak bisa menjelaskannya. Jika anda mempunyai penjelasan tentang hal ini, anda bisa berbagi di kolom komentar.

Hubungan emosional yang sangat dalam terhadap seorang Tokoh dapat menimbulkan efek ketergantungan terhadap tokoh tersebut. Hubungan itu dapat memicu tindakan-tindakan yang bersifat penjiblakan terhadap sifat-sifat atau karakter-karakter tertentu dari Tokoh yang dikaguminya. Hal inilah yang dirasakan Elen terhadap Ayahnya sehingga menjadikan Ayahnya sebagai panutan yang sangat dibanggakannya sekaligus sebagai sosok penyemangatnya.

Rencana Tuhan | Pdt. Frans Toppo, S.Th Gembala Jemaat Tamalanrea, Makassar tahun 1991
     Pdt. Frans Toppo, S.Th              

Ayah Elen merupakan Hamba Tuhan yang pernah diutus ke tengah-tengah Jemaat kami di Gereja Toraja Mamasa Jemaat Tamalanrea Makassar, pada tahun 1991 sampai tahun 2003 dan merupakan Pendeta ke-2 yang menggembalakan Jemaat itu sebelum akhirnya beliau dipindahkan ke salah satu Jemaat di Nosu, Kab. Mamasa, Sulawesi Barat dan melayani di sana selama kurang lebih 5 tahun.  Prinsip hidup Beliau yang terkenal sebagai Pelayan Tuhan yang setia dan tidak memandang ladang pelayanan yang ditunjukkan Tuhan kepadanya menjadikan Beliau sebagai panutan yang luar biasa di dalam keluarga, terutama bagi anak-anaknya. Elen sangat bangga dengan Ayahnya yang selalu mengingatkan ia dan keluarganya agar selalu berpegang teguh pada iman dan pengharapan kepada Yesus Kristus.

Namun situasi ini sekejap berubah menjadi pergumulan yang berat bagi Elen dan sempat mengubah cara pandangnya terhadap Tuhan ketika Ayah yang sangat dibanggakannya terserang penyakit disentri beberapa tahun lalu yang membuat sang Ayah tidak dapat melayani lagi di tengah-tengah Jemaat. Disentri merupakan penyakit infeksi pada usus yang dapat menyebabkan diare disertai dengan darah atau lendir. Berbagai upaya pengobatan telah dilakukan oleh keluarga mulai dari pengobatan tradisional hingga pengobatan modern namun tak kunjung memberikan hasil yang diharapkan. Pergumulan ini membuat Elen sangat terpukul dan memandang Tuhan telah bersikap tidak adil terhadap Ayahnya.

“Selama ini bapak selalu setia melayani Tuhan, tidak memandang di mana saja pelayanannya ditempatkan pasti ia terima. Tapi kenapa sekarang Tuhan balasnya seperti ini? Elen sangat ingin melihat bapak sehat kembali karena bapak sudah rindu sekali mau melayani”, ucapnya.

“Elen ingat sekali kejadian waktu itu tepat di hari Minggu, kami sekeluarga sudah mau ke Gereja tapi bapak tiba-tiba rasakan sakit perut lalu kami tunggu tapi lama sekali. Setelah diperiksa ternyata darah segar yang keluar dan bapak langsung pucat. Kemudian bapak segera dibawa ke rumah sakit tapi Elen tidak bisa ikut karena sudah sangat lemas lihat bapak pucat”, ia melanjutkan.

Sejak hari itu Elen mulai menghakimi Tuhan atas apa yang terjadi pada Ayahnya. Ia tidak terima dengan balasan Tuhan terhadap Ayahnya yang selama ini telah melayani dengan setia. Di dalam doa-doanya bukan lagi ucapan syukur yang ia berikan kepada Tuhan, hanya serangkaian kalimat penghakiman yang mewakili kekecewaannya yang sangat dalam. Namun Elen sungguh beruntung memiliki seorang panutan yang dapat membawanya kembali kepada Kasih Kristus.

Di tengah kondisinya yang sedang sakit disentri, Ayah Elen masih mampu menjadi teladan bagi anaknya yang sedang tersesat. Beliau tidak pernah menyalahkan apalagi menghakimi Tuhan atas apa yang sedang menimpanya. Beliau mampu melihat kebaikan-kebaikan dan penyertaan Tuhan serta mensyukuri segala sesuatu yang masih dimilikinya di tengah-tengah pergumulan itu.

“Elen salut sama bapak! Sekalipun sudah tidak bisa melayani Jemaat, tapi bapak selalu ingatkan kami untuk melayani, untuk rajin dengarkan firman Tuhan, baca Alkitab, dan berdoa. Mungkin Tuhan ijinkan sakit dalam kehidupan bapak bukan karena mau lihat bapak sakit, tapi Tuhan suruh bapak untuk istirahat. Karena hampir selama 5 tahun melayani di Nosu, bapak selalu mengalami kecelakaan naik motor saat dalam perjalanan. Hal itu yang buat Elen berhenti menyalahkan Tuhan dan coba membangun relasi dengan Tuhan. Elen bersyukur Tuhan masih ijinkan bapak ada di tengah-tengah kami dan semoga proses pemulihan bapak berjalan dengan baik.  Elen minta sama Tuhan supaya bapak dan ibu bisa ada bersama-sama dengan kami sampai kami bisa buat mereka bahagia”, ujar Elen.

Saudara-saudaraku yang terkasih di dalam Kristus! Mengikut Tuhan artinya kita siap memikul salib, siap menghadapi penderitaan dan pergumulan hidup. Semakin besar iman seorang hamba, maka semakin kuat ia dapat bertahan, makin besar pula tanggungjawab yang akan ia hadapi (With great power, comes great responsibility). Tuhan tidak pernah berjanji jalan kita akan selalu mulus, tapi Tuhan berjanji akan selalu menyertai. Sebab pencobaan yang kita hadapi tidak pernah melebihi kekuatan yang kita miliki. Yakinlah bahwa di setiap pergumulan yang kita alami ada rencana Tuhan yang indah telah disediakan bagi kita yang mampu bertahan sampai akhir. Haleluyah, haleluyah, haleluyah!

Kisah Elen Meilima Thumo | Pdt. Frans Toppo, S.Th | Jemy Yermia | Kebaikan Tuhan | Penyertaan Tuhan | Rencana Tuhan | Corona, Covid 19

Told By Elen Meilima K.A.G Thumo

Born On May 5, 2000

Comments

Post a Comment